Senin, 27 Februari 2012
Moral dan Etika dalam Pembangunan
Dari konsep pembangunan sedunia berbanding terbalik jika kita lihat relevansinya dengan Indonesia saat ini, banyak terjadi bencana alam yang tidak pernah henti-hentinya. Mulai dari banjir, tanah longsor, hingga kemiskinan. Bahkan di berbagai daerah untuk menuntut ilmu saja, anak-anak harus bergelantungan di atas jembatan yang hampir putus terkena banjir.
Hal ini terjadi karena kurangnya perhatian pemerintah pusat terhadap lingkungan alam indonesia. Sudah tentu, pada dasarnya manusia adalah makhluk terbaik dari sekian makhluk yang diciptakan Tuhan. Kemuliaan manusia ditandai dengan pemberian yang sangat bermakna tinggi, akal pikiran, hati nurani, yang mempu mengangkat harkat dan martabat sehingga manusia menjadi yang bisa menguasai alam ini. Dengan alam pikiran manusia dapat menerima serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagai makhluk manusia mempunyai kedudukan yang sama dengan makhluk lainnya di permukaan bumi ini (Imanen.
Sebenarnya manusia adalah makhluk yang Transenden, yaitu memiliki tanggung jawab lebih besar dari pada makhluk yang lain. Yang menjadi masalah sekarang adalah seberapa jauh manusia dapat melaksanakan kemampuan yang dimilikinya tersebut?.
Hal ini banyak dipengaruhi oleh kemampuan mewujudkan keseimbangan potensi yang dimiliki oleh manusia, yaitu potensi akal pikiran, nafsu dan perasaan, diekspresikan dalam sikap dan perilaku dalam keseharian serta potensi kepemimpinan dalam fungsinya.
Keseimbangan memerlukan ukuran yang berkaitan pada situasi dan kondisi lingkungan sekitar, baik dalam pembangunan maupun dalam komunitas yang besar. Rasa tanggung jawab yang besar dalam melaksanakan pembangunan tentunya menjadi bakti bagi manusia. Sehingga, realitas pembangunan yang dilaksanakan menjadi sukses. Yakni dengan besarnya muatan nilai moral yang kondusif bagi mobilitas sosial yang akan dikembangkan. Salah satu hal penting yang diperlukan dalam pembangunan adalah akhlak dan moralitas manusia itu sendiri, yang kemungkinan besar dapat timbul berdasarkan peran agama yang diyakini secara kuat sehingga timbul kesadaran seseorang berdasarkan tingkat keimanan yang dimilikinya.
Sering kali kebanggaan kita muncul sebagai bangsa timur yang memiliki kebudayaan tinggi, sopan dan ramah tamah terhadap orang lain serta relegius, yang tentunya memiliki maksud bahwa "bangsa yang memiliki sikap baik dan berakhlak tinggi?" yang sebenarnya jika kita harus jujur mengakui bahwa kebanggaan itu hanyalah isapan jempol belaka. Mengapa demikian?
Mungkin kita memang sebagai bangsa yang sopan dan ramah, tetapi hal itu terbatas kepada bidang pergaulan sehari-hari seseorang kepada orang lain saja. Gejala krisis kemanusiaan yang terjadi di dunia sejak abad ke-20 merupakan pangkal kerusakan global yang bersifat "accumulative global damage" dalam bentuk krisis multidimensional pada bidang ekonomi, sosial, politik, hukum, dan moral. Karenanya apa yang perlu dilakukan adalah perbaikan kerusakan yang juga bersifat akumulatif. Hal ini perlu dilakukan dengan mengubah paradigma dan pembangunan dunia ke arah penciptaan tatanan dunia, lalu melalui pembangunan yang sehat berkesinambungan, dan pemerataan yang berkelanjutan.
Pada sisi lain banyak dari mereka yang membawa kenangan ke negerinya betapa bangsa kita adalah bangsa yang korup. Mereka memperhatikan dan mengalami, bagaimana pungli dijumpai dimana-mana, dan bagaimana pula tindakan yang dinegerinya sudah cukup merupakan skandal, di negeri kita hal tersebut hanya dianggap biasa saja. Banyak terjadi hal-hal yang tidak wajar menunmbuhkan gejala ketidakadilan dan ketidakmerataan sosial. Kepincangan kemampuan dalam bidang ekonomi sekarang sangat merajalela karena disebabkan oleh kesalahan kita sendiri, yang tidak berpegang teguh kepada ukuran moralitas dan akhlak sebagaimana yang dikehendaki oleh ajaran agama.
Bila diambil dari metafora pada gerak pesawat terbang, slogan pembangunan "tinggal landas" sesungguhnya adalah saat yang masih memerlukan tenaga maksimal, untuk mendorong badan pesawat dan muatannya bergerak ke atas. Setelah tenaga maksimal maka digunakan untuk meluncurkan pesawat di landasan pacu (runway).
Oleh karena itu sesungguhnya era tinggal landas bukanlah masa kita sudah lepas dari keharusan bekerja keras. Mungkin keharusan kerja keras tersebut baru dikendurkan sedikit jika kita telah mencapai ketinggian tertentu. Dan dari metafora gerak pesawat udara telah memasuki fase "cruising" (terbang datar pada kecepatan dan ketinggian maksimal).
Dalam mengatur pembangunan yang berkesinambungan, memang harus dilakukan dengan baik agar kehidupan di dunia ini berjalan sebagaimana mestinya. Indikator pembangunan yang berkesinambungan dalam perkembangannya adalah moralitas dan etika yang merupakan salah satu faktor terpenting dalam pembangunan. Artinya, moral adalah faktor terpenting dalam kehidupan manusia, sadar akan akibat ulah manusia yang ternyata cukup serius tersebut, berbagai upaya telah dilakukan baik di tingkat lokal, regional, nasional. Sadar pula akan keterbatasan kemampuan daya pikirnya, manusia mulai mencari landasan agama sebagai salah satu alternatif.
Sebagai bangsa yang mayoritas penduduknya beragama, pantaslah kiranya dapat menyikapi masalah-masalah yang terjadi di lingkungan tersebut. Pembentukan sikap sangat dipengaruhi oleh sistem nilai yang dianut seseorang (Loudon dan Bitta, 1984). Agama sebagai sistem nilai ikut memberikan kontribusi bagi pembentukan sikap seseorang (Azwar, 1997). Berdasarkan hal itu, maka pembangunan dengan pengembangan lingkungan harus ditopang pengembangan nilai-nilai akhlak dan norma-norma masyarakat yang mampu menghargai aktivitas produktif dari pada konsumtif, mamppu menilai konstruksi lebih penting dari pada destruksi, yang lebih menonjolkan prestasi dari pada prestise, yang lebih mengindahkan isi substansial dari pada kulit permukaan, sehingga dengan begitu pembangunan menjadi lebih manusiawi.
Muara dari proses pembangunan yang berkesinambungan adalah terwujudnya peradaban yang sehat di atas lingkungan hidup kemanusiaan yang sehat pula. Agama memiliki kekuatan pembenar, penyehat dan penyehat kehidupan, yaitu berfungsi antara lain sebagai sumber motivasi, sumber inspirasi, dan sumber evaluasi pembangunan. Dalam hal ini, agama membawa misi profetik, konstruktif, dan menggugah manusia untuk membangun dirinya, faktor yang dapat menyumbang nilai dan ide bagi pembangunan, serta sebagai alat ukur bahkan alat kritik untuk kebaikan proses pembangunan.